MAKALAH OBSTETRI
TENTANG TINDAKAN OPERATIF KEBIDANAN
DI SUSUN OLEH KELOMPOK VI
NAMA : KURNIATI TOMIA (01201010).
NAMA : SRI MAULIFAH ACHMAD (01201025).
NAMA : MISNA BILORO (01201017).
NAMA : UMRA BA’DAR (01201026).
NAMA : YENI KELIWOUW (01201028).
NAMA : STEFANIA RHEA .
NAMA : WINDA SULAIMAN.
AKADEMI
KEBIDANAN (AKBID) HAJI AMIRULLAH
MAKASSAR
2013
MAKASSAR
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun.
Terima kasih Kami ucapkan kepada
Ibu Resmi
Rismawati S.ST selaku dosen mata kuliah Obstetri, mudah-mudahan ilmu
yang Ibu berikan kepada
kami khususnya dan umumnya
kepada kami semoga semua
bermanfaat.
Penyusunan makalah ini diajukan sebagai salah satu tugas mata kulia Obstetri.. Namun kami tetap
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif
sehingga bisa menjadi acuan dalam penyusunan makalah ini dapat bermanfaat.
Makassar, ,
2013
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL………………………………………………………………………………1
KATA
PENGENTAR…………………………………………………………………………….2
DAFTAR
IS……………………………………………………………………………………...I3
BAB
I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………4
I.1
Latar Belakang…………………………………………………………………….….............4
I.2
Rumusan Masalah…………………………………………………………………................4
I.3
Tujuan………………………………………………………………………………..................4
BAB
II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………5
II.1 Anestesi……………………………………………………………………………..5
II.2 Persiapan Prabedah………………………………………………………………7
II.3 Tindakan operatif
kebidanan…………………………………………………….8
a) Ekstraksi
Vakum……………………………………………………………….8
b) Induksi
persalinan……………………………………………………………16
c) Digital
curretase………………………………………………………………22
d) Persalinan
sungsang………………………………………………………..24
e) Manual
plasenta……………………………………………………………...50
BAB
III PENUTUP……………………………………………………………………………..56
III.1 Kesimpulan……………………………………………………………………….56
III.2 Saran………………………………………………………………………………56
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………………..57
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.
Komplikasi dalam kasus kebidanan dapat
terjadi di luar dugaan, meskipun segala sesuatu yang telah dijalankan dengan rapih
dan sempurna.dengan pengetahuan yang baik, penanganan persalinan yang hati-hati
disertai dengan ketelatian dengan baik pula, diharapkan kematian dan kesakitan
ibu hamil dapat ditekan sekecil-kecilnya setiap tenaga kesehatan diharapkan
mampu menengani persalinan normal maupun patologi dan berupaya agar tidak
terjadi komplikasi.
Tenaga
kesehatan khususnya bian harus mengetahui dan menguasai tindakan-tindakan yang
harus dilakukan apabila memberikan pertolongan baik pada persalinan normal
maupun patologi.pengetahuan tentang Tindakan-tindakan operatif kebidanan yaitu
Ekstraksi Vakum, induksi persalinan,
Digital Curretase, persalinan sungsang, maupun manual plasenta harus di
miliki..
B.
Rumusan
masalah.
·
Apa yang di maksud dengan anastesi dan
persiapan prabedah?
·
Apa saja tindakan-tindakan operatif kebidan?
C.
Tujuan
.
·
Untuk mengetahui anastesi dan persiapan
prabedah.
·
Untuk mengetahui tindakan-tindakan operatif
kebidanan.
·
Untuk memenuhi tugas mata kulia Obstetri.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Anestesi
Anestesi adalah suatu tindakan untuk
menghilangkan kesadaran di sertai hilanganya rasa sakit yang sifatnya
sementara. Anestesi pada setiap keadaan membawa problem-probleme tersendiri
sesuai dengan kondisi penderita, sebab obat-obat anastesi bersifat mendepresi
organ-organ vital.
Sejak dahulu bermacam-macam obat
anestetika dengan berbagai cara pem-
beriannya
telah di pakai oleh banyak ahli. Hasil yang di kemukakan berbeda-beda,
masing-masing menurut pendapat dan pengalaman masing-masing.
Tentang anestesi dapat di katakana
dengan singkat: “bahwa tidaka ada satu
obat anestesi yang dapat di percaya; kepercayaan harus di letakan pada bahu
ahli anastesi”.
Berbeda dengan cabang ilmu kedokteran
lainnya, dalam obstetri kita meng-
Hadapi
dua kepentingan, yaitu kepentingan Ibu dengan kepentingan anak.
Karena
itu anastesi yang di pakai haruslah tidak banyak mempengaruhi anak.
a. Macam-macam
zat anastesi.
Pembagian anastesi:
v Anastesi
umum
Anastesi Inhalasi,
intravena, dan rectal.
v Anastesi
Lokal.
Dapat di bagi menjadi tiga
golongan yaitu: golongan ester, alcohol, dan heterogeneous.
b. Tehnik
Anastesi.
v Anastesi
Umum.
Adalah suatu cara untuk
menghilangkan kesadaran di sertai hilangnya rasa sakit di seluruh tubuh
disebabkan pemeberian obat-obat anastesi.
v Anastesi
Regional dan Lokal.
Adalah suatu cara untuk
menghilangkan rasa sakit pada sebagian dari tubuh atau pada daerah tertentu
dari tubuh.
c. Komplikasi
dan efek samping anastesi.
Baik sewaktu anastesi
berjalan maupun sesdudahnya dapat terjadi komplik-
asi dan efek samping antara
lain:
v Gangguan
pernafasan.
Pada seorang penderita dalam
keadaan tidak sadar dapat terjadi gang-
guan pernapasan dan gangguan
peredaran darah yang bila tidak di beri-
kan pertolongan maka ia akan
meninggal.
v Kerja
jantung berhenti (Cardiac Arrest).
Suatu dalam keadaan anastesi
jantung dapat berhenti secara tiba-tiba
tanpa di duga sebelumnya. Hal ini dapat di sebabkan oleh kesalahan tekhnis
misalnya pemberian obat yang berlebihan.
v Regurgitasi.
Adalh suatu keadaan
keluarnya isi lambung ke varing tanpa adanya tanda-tanda. Hal ini di sebabkan
oleh adanya cairan atau makanan dalam lambung.
v Terjadi
pada waktu induksi yang berjalan kurang lancar, atau pengaruh obat-obat
anastesi yang di pakai.
v Perdarahan.
Setiap persalinan denagn
pemberian anastesi selalu di pikirkan akan timbulnya perdarahan postpartum,
terutama pada anastesi dengan halotan.
v Reaksi
Toksik Sistemik.
Di sebabkan karena
konsentrsi obat anastesi yang tinggi dalam sirkulasi darah Ibu. Hal ini
biasanya bersifat sementara dapat di atasi dengan pemberian oksigen dan
biasanya berkurang setelah konsentrasi obat dalam dara turun.
2.
Persiapan
Prabedah.
Persiapan
prabedah dapat di bagi menjadi 3 langkah adalah sbb:
a. Persiapan
penderita.
v Menerangkan
kepada penderita dan keluarganya dan alasan yang di lakukan operasi untuk
melahirkan janin dan memeberikan pengertian serta kekuatan mental kepada mereka
dalam menghadapi keadaan ini.
v Melakukan
pengosongan kandung kencing.
v Mengosongkan
isi rectum. Pada plasenta previa tidak di anjurkan karena dapat menyebabkan
perdarahan.
v Mencukur
rambut pubis daerah genetalia eksterna dan rambut daerah dinding perut pada
operasi parabdominam.
v Membaringkan
penderita pada posisi yang di anjurkan yaitu posisi litotomi dan posisi
trendelemberg.
v Memasang
infus cairan menggunakan kanula plastik G No 16.
v Melakukan
suci hama daerah operasi:
- Daerah
genitalia eksterna dan vagina dengan memakai larutan asam pikrin, larutan
betadin, larutan savlon dan sebagainya.
- Daerah
dinding perut dengan larutan betadin, larutan jodium atau larutan savlon, lau
di cuci lagi dengan larutan alcohol.
b. Persiapan
kamar dan alat-alat untuk operasi.
v Di
beritahuakan ke pada dokter dan para medic yang bertugas jaga bahwa ada
operasi, supaya mereka menyiapakan kamar operasi atau kamar bersalin serta
alat-alat yang berkaitan dengan jenis opersi yang akan di lakukan.
v Alat-alat
untuk operasi di suci-hamakan (aseptic) setelah itu di sisapkan pada meja
alat-ditutup atau di bungkus dengan kain yang seluruhnya dalam keadaan
suci-hama siap di pakai untuk operasi.
v Juga
telah di siapkan alat-alat resusitasi untuk bayi yang akan di lahirkan.
v Pada
kasus-kasus bayi risiko tinggi (high risk
baby) hendaknya di minta bantuan kehadiran seornag ahli kesehatan anak,
khusus dalam bidang neonates.
c. Persiapan
Tim operasi.
Tim bedah ini
sekurang-kurangnya terdiri dari :
v Operator
(ahli kebidanan).
v Asisten
operator (asisten ahli), dokter mudah dan para medis.
v Para
medis piñata alat-alat operasi.
v Ahli
anastesi atau perawat anastesi.
Tim
bedah ini bekerja dalam keadaan suci hama:
v Menyuci-hamakan
tangan menurut Furbringer.
v Memakai
penutup kepala, baju operasi dan jas operasi yang steril, masker penutup mulut dan
hidung, tutup kepala serta alas kaki kamar operasi.
3.
Tindakan
Operatif Kebidanan.
a.
Ekstrasi
vakum.
Ekstraksi Vakum adalah
tindakan obstetrik operatif untuk melahirkan kepala janin dengan menggunakan
“mangkuk hampa udara” yang ditempelkan pada kulit kepala janin dari seorang
parturien yang masih memiliki tenaga meneran.
Ø Indikasi Konvensional:
Mempersingkat kala II pada
keadaan :
1. Ibu
tidak boleh meneran terlalu lama pada kala II akibat kondisi obstetri tertentu
(pre eklampsia berat, anemia, diabetes mellitus, eklampsia).
2. Kondisi
obstetri tertentu :
- Riwayat
SC.
- Kala
II memanjang.
3. Maternal
distress pada kala II.
4. Gawat
janin pada kala II dengan syarat :
- Perjalanan
persalinan normal.
- Fasilitas
sectio caesar sudah siap.
Ø Kontraindikasi Absolute :
- Disproporsi
sepalo-pelvik .
- Operator
tidak dapat mengenali denominator dengan baik
- Operator
tidak kompeten untuk melakukan ekstraksi vakum.
- Kelainan
letak :
·
Presentasi Muka
·
Letak Dahi
·
Presentasi Lintang
·
“After coming head” pada presentasi sungsang.
Ø Kontradiksi
Relatif:
1. Pasca
pengambilan sediaan darah dari kulit kepala janin.
2. Prematuritas.
·
Kecuali pada persalinan gemelli anak ke II
dimana persalinan hanya memerlukan traksi ringan akibat sudah adanya dilatasi
servix dan vagina.
·
Dikhawatirkan terjadi trauma intrakranial,
perdarahan intrakranial , ikterus neonatorum berat.
3. IUFD
(Intra Uterina Fetal Disease/kematian janin di dalam uterus).
·
Oleh karena : tidak dapat terbentuk kaput.
·
Pada janin maserasi, kranium sangat lunak
sehingga pemasangan mangkuk menjadi sulit.
4. Kelainan
kongenital janin yang menyangkut kranium : anensephalu.
Ø Alat
Ekstrasi Vakum:
1. Cawan
penghisap ( cup )
2. Terdiri
dari 3 ukuran :
- 50
mm.
- 60
mm.
- 70
mm.
3. Botol
penghisap.
4. Pompa
penghisap.
- Pemilihan
ukuran cawan penghisap disesuaikan dengan dilatasi servik ; pada dilatasi
servik yang sudah lengkap biasanya dipasang ukuran yang terbesar (70 mm).
- Pada
sisi belakang cawan penghisap terdapat “ marker “ sebagai penuntun gerakan
rotasi dalam dan dipasang pada posisi jam 12.
- Pada
penampang melintang cawan penghisap terlihat adanya rantai yang merupakan alat
pengaman agar cawan tidak mudah terlepas dari “pegangan” saat melakukan traksi.
Diagram mangkuk penghisap
Cawan penghisap
Ø Syarat
Ekstraksi Vakum.
1. Janin
diperkirakan dapat lahir pervaginam.
2. Pembukaan
sekurang - kurangnya 7 cm ( idealnya adalah dilatasi lengkap ).
3. Penurunan
kepala > station 0 ( idealnya adalah setinggi Hodge III + )
4. Selaput
ketuban negatif.
5. Harus
ada kekuatan meneran ibu dan kontraksi uterus (HIS ).
Ø Prinsip
Ekstraksi Vakum.
Membuat suatu caput succadeneum artifisialis
dengan cara memberikan tekanan negatif pada kulit kepala janin melalui alat
ekstraktor vakum.
Caput Succadeneum.
Pemasangan
cawan penghisap dalam keadaan miring.
Ø Pemasangan Cawan Penghisap.
1.
Setelah
persiapan operator dan atau pasien selesai serta peralatan sudah dipersiapkan
dengan baik.
2.
Labia
dibuka dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri dari arah atas.
3.
Cawan
penghisap yang sudah dilumuri dengan jelly dimasukkan jalan lahir secara miring dengan menghindari urethra dan
klitoris.
4.
Cawan
penghisap diputar 900 dan ditempatkan tepat pada permukaan kulit
kepala dengan posisi menjauhi ubun-ubun besar.
5.
Buat
tekanan vakum dalam cawan penghisap dengan memompa sampai 0.2 kg/cm2
sebagai tekanan awal.
6.
Pastikan
bahwa cawan penghisap terpasang dengan baik dan tidak ada bagian jalan lahir
atau sisa selaput amnion yang ikut terjepit.
7.
Setelah
2 menit, naikkan tekanan negatif sampai 0.7 – 0.8 kg/cm2 dengan kecepatan 0.2
kg/cm2 setiap 2 menit.
8.
Penilaian
ulang untuk melihat adanya bagian jalan lahir yang terjepit.
9.
Traksi percobaan untuk melihat apakah
ekstraksi vakum sudah berfungsi dengan baik.
10.
Traksi
sesuai dengan derajat desensus sampai lahirnya kepala janin.
11.
Cawan
penghisap dilepas dan sisa tubuh anak dilahirkan dengan cara sebagaimana
lazimnya.
Ekstraksi
Vakum Pada Posisi Occiput Anterior.
Pemasangan cawan pada sutura
sagitalis menjauhi ubun-ubun besar
Posisi
awal, arah traksi horisontal sampai kepala nampak dibawah simfisis
Cara
melakukan traksi
Ø Kriteria Kegagalan Ekstraksi Vakum:
1.
Cawan penghisap terlepas lebih dari 3 kali saat melakukan traksi dan hal
ini biasanya terjadi oleh karena :
·
Tenaga vakum terlampau rendah (seharusnya
-0.8 kg/cm2) oleh karena kerusakan pada alat atau pembentukan caput succedaneum
yang terlampau cepat ( < 0.2 kg/cm2 per 2 menit).
·
Terdapat selaput ketuban atau bagian jalan
lahir yang terjepit diantara cawan penghisap dengan kepala anak.
·
Saat melakukan traksi : kedua tangan penolong
tidak bekerja secara harmonis, traksi dengan arah yang tidak tegak lurus dengan
bidang cawan penghisap atau traksi dilakukan dengan tenaga yang berlebihan.
·
Terdapat gangguan pada imbang sepalopelvik
(CPD).
2.
Setelah dilakukan traksi selama 30 menit, janin belum dapat
dilahirkan.
Ø Komplikasi
pada
Ibu:
o Perdarahan
o Infeksi jalan lahir
o Trauma jalan lahir
Pada Anak:
o Ekskoriasi dan nekrosis kulit kepala
o Cephal hematoma
o Subgaleal hematoma
o Perdarahan intracranial
o Perdarahan subconjuntiva, perdarahan
retina
o Fraktura klavikula
o Distosia bahu
o Cedera pada syaraf cranial ke VI dan
VII
o Kematian janin
Ø Keunggulan ekstraktor vakum dibandingkan ekstraksi
cunam:
1. Tehnik pelaksanaan relatif lebih
mudah
2. Tidak memerlukan anaesthesia general
3.
Ukuran
yang akan melewati jalan lahir tidak bertambah (cawan penghisap tidak menambah
ukuran besar bagian anak yang akan melwati jalan lahir)
4.
Trauma
pada kepala janin relatif rendah .
Ø Kerugian ekstraktor vakum dibandingkan ekstraksi
cunam:
1. Proses persalinan membutuhkan waktu
yang lebih lama.
2. Tenaga traksi pada ekstraktor vakum
tidak sekuat ekstraksi cunam.
3.
Pemeliharaan
instrumen ekstraktor vakum lebih rumit.
4.
Ekstraktor
vakum lebih sering menyebabkan icterus neonatorum.
Ø Berbagai rekomendasi berkaitan dengan tindakan
ekstraksi vakum :
1. Klasifikasi persalinan dengan
ekstraksi vakum hendaknya menggunakan klasifikasi yang sama dengan ekstraksi
cunam.
2. Indikasi dan kontraindikasi yang
dipakai dalam ekstraksi cunam hendaknya juga digunakan pada ekstraksi vakum.
3.
Ekstraksi
vakum tidak boleh dilakukan pada kepala yang masih belum engage atau diatas
station 0.
4.
Operator
hendaknya memiliki pengalaman yang cukup dalam menggunakan peralatan ekstraksi
vakum.
5.
Operator
harus segera menghentikan usaha persalinan pervaginam dengan ekstraksi vakum
bila cawan penghisap terlepas sampai 3 kali saat melakukan traksi.
b.
Induksi persalinan
Induksi persalinan ialah suatu
tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun
secara medicinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi
persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan, dimana
pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan tersebut di kerjakan pada wanita
hamil yang sudah inpartu.
Ø Cara
1. Secara medis
·
Infus
oksitosin
·
Prostaglandin
·
Cairan
hipertonik intrauteri
2. Secara manipulative/ dengan tindakan
·
Amniotomi
·
Melepaskan
selaput ketuban dari bagian bawah rahim(stripping of the membrane).
·
Pemakaian
rangsangan listrik
·
Rangsangan
pada putting susu.
Ø Indikasi janin
1. Kehamilan lewat waktu.
2. Ketuban pecah dini.
3. Janin mati.
Ø Indikasi ibu
1. Kehamilan dengan hipertensi
2. Kehamilan dengan Diabetes Melitus
Ø Indikasi kontra
1. Malposisi dan malpresentasi janin
2. Insufisiensi plasenta.
3. Diproporsi sefalopelvik.
4. Cacat rahim, misalnya pernah
mengalami seksio sesarea, enokleasi miom.
5. Grande multipara
6. Gemelli
7. Distensi rahim yang berlebihan
misalnya pada hidramnion.
8. Plasenta previa.
Ø Syarat-syarat pemberian infuse oksitosin
1. Agar infuse oksitosin berhasil dalam
menginduksi persalinan dan tidak memberikan penyulit baik pada ibu maupun
janin, maka di perlukan syarat-syarat sebagai berikut :
a. Kehamilan aterm
b. Ukuran panggul normal
c. Tidak ada CPD (Disproporsi antara
pelvis dan janin)
d. Janin dalam presentasi kepala
e. Serviks sudah matang yaitu, porsio
teraba lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka.
2. Untuk menilai serviks ini dapat juga
di pakai skor Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih dari 8, induksi persalinan
kemungkinan besar akan berhasil.
Ø Tekhnik infus oksitosin berencana
1. Semalam sebelum infuse oksitosin,
hendaknya penderita sudah tidur dengan nyenyak.
2. Pagi harinya penderita di beri
pencahar.
3. Infuse oksitosin hendaknya di
kerjakan pada pagi hari dengan obserfasi yang baik.
4. Disiapkan cairan dextrose 5 % 500 ml
yang di isi dengan 5 unit oksitosin.
5. Cairan yang sudah mengandung 5 U oksitosin
ini di lahirkan secara intravena melalui saluran infuse dengan jarum no. 20 G.
6. Jarum suntik intravena di pasang
pada vena di bagian volar lengan bawah
7. Tetesan permulaan di buat agar kadar
oksitosin mencapai jumlah 2 mU permenit.
8. Timbulnya kontraksi rahim dinilai
dari setiap 15 menit. Bila dalam waktu 15 menit ini his tetap lemah. Tetesan
dapat di naikkan. Umumnya tetesan maksimal di perbolehkan sampai mencapai kadar
oksitosin 30 sampai 40 m UI permenit. Bila sudah mencapai kadar ini, namun
kontraksi rahim belum juga timbul, maka berapapun kadar oksitosin yang
dinaikkan tidak akan menimbulkan tambahan kekuatan kontraksi lagi. Sebaiknya infuse
oksitosin ini di hentikan.
9. Penderita dengan infuse oksitosin
harus di amati secara cermat untuk kemungkinan timbulnya tetania uteri,
tanda-tanda rupture uteri membakar, maupun tanda-tanda gawat janin.
10. Bila kontraksi rahim timbul secara
teratur dan adekuat, maka kadar tetesan oksitosin dipertahankan. Sebaliknya
bila terjadi kontaksi rahim yang sangat kuat, jumlah tetesan di kurangi atau
sementara di hentikan.
11. Infuse oksitosin ini hendaknya tetap
di pertahankan sampai persalinan selesai, yaitu sampai satu jam sesudah
lahirnya plasenta.
12. Evaluasi kemajuan pembukaan serviks
dapat di lakukan dengan periksa dalam bila his telah kuat dan adekuat. Pada
waktu pemberian infuse oksitosin di lanjutkan sampai pembukaan lengkap. Segera
setelah kala II di mulai, maka tetesan infuse oksitosin di pertahankan dan ibu
dipimpin mengejan atau di bimbing dengan persalinan buatan sesuai dengan
indikasi yang ada pada waktu itu. Tetapi bila sepanjang pemberian infuse
oksitosin timbul penyulit pada ibu maupun janin, maka infuse oksitosin harus
segera di hentikan dan kehamilan segera di selesaikan dengan seksio sesarea.
Ø Pemberian prostaglandin
Prostaglandin dapat merangsang
otot-otot polos termasuk juga otot-otot rahim. Prostaglandin yang spesifik
untuk merangsang otot rahim adalah PGE2 dan PGE2 alpha. Untuk induksi persalinan
prostaglandin dapat di berikan secara intravena, oral,vaginal, rectal, dan
intra amnion. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostaglandin
cukup efektif. Pengaruh samping dari pemberian prostaglandin ialah mual. Muntah
dan diare.
Ø Pemberian cairan hipertonik
intrauterine
1. Pemberian cairan hipertonik
intraamnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim pada kehamilan dengan
janin mati. Cairan garam hipertonik 20% , urea dan lain-lain. Kadang-kadang
pemakaian urea di campur dengan prostaglandin untuk memperkuat prostaglandin
untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim.
2. Cara ini dapat menimbulkan penyulit
yang cukup berbahaya, misalnya hipernetramia infeksi dan gangguan pembekuan
darah.
Ø Amniotomi
1. Amniotomi artifisialis dilakukan
dengan cara memecahkan ketuban baik dibagian bawah depan maupun di bagian
belakang dengan suatu alat khusus. Sampai sekarang belum di ketahui dengan
pasti bagaimana pengaruh amniotomi dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim.
2. Beberapa teori mengemukakan bahwa:
a. Amniotomi dapat mengurangi beban
rahim sebesar 40% sehingga tenaga kontraksi rahim dapat lebih kuat untuk
membuka serviks.
b. Amniotomi menyebabkan berurangnya
aliran darah di dalam rahim kira-kira 40 menit setelah amniotomi di kerjakan,
sehingga berkurangnya oksigenasi otot-otot rahim dan keadaan ini meningkatkan
kepekaan otot rahim
c. Amniotomi menyebabkan kepala dapat
langsung melekat di dinding serviks dimana di dalamnya terdapat banyak
syarat-syarat yang merangsang kontraksi rahim.
3. Bila setelah amniotomi di kerjakan 6
jam kemudian belum ada tanda-tanda permulaan persalinan, maka harus di ikuti
dengan cara-cara lain untuk merangsang persalinan, misalnya dengan infuse
oksitosin.
4. Pada amniotomi perlu di ingat akan
terjadinya penyulit-penylit sebagai berikut
·
Infeksi
·
Prolapuspinikuli
·
Gawat
janin
·
Tanda-tanda
solusio plasenta
Ø Tekhnik amniotomi
Jari telunjuk dan jari tengah tangan
kanan di masukkan kedalam jalan lahir sampai sedalam kanalis servikalis.
Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis, maka posisi jari di ubah
sedemikian rupa, sehingga telapak tangan menghadap ke atas. Tangan kiri
kemudian memasukkan pengait khusus ke dalam jalan lahir dengan tuntunan kedua
jari yang ada di dalam. Ujung pengit diletakkan diantara jari telunjuk dan jari
tengah tangan yang didalam. Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait
khusus tersebut untuk dapat menusuk dan merobek selapau ketuban. Selain itu
memasukkan pengait ini dapat juga dilakukan dengan satu tangan, yaitu pengait
dijepit daiantara jari tengah dan jari telunjuk tangan kanan, kemudian
dimasukkan kedalam jalan lahir sedalam kanalis serfikalis. Pada waktu tindakan
ini dikerjakan, seorang asisten menahan kepala janin kedalam pintu atas
panggul. Setelah air ketuban mengalir keluar, pengait dikeluarkan oleh tangan
kiri, sedang jari tangan yang didalam memperlebar robekan selaput ketuban. Air
ketuban dialirkan sedikit demi sedikit untuk menjaga kemungkinan terjadinya
prolaps tali pusat, bagian-bagian kecil janin, gawat janin dan solusio
plasenta.setelah selesai tangan penolong ditari keluar dari jalan lahir.
Ø Melepaskan Ketuban Dari Bagian Bawah
Rahim
1. Yaitu melepaskan ketuban dari
dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh Yaitu melepaskan ketuban dari
dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari
tangan. setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara ini dianggap cukup efektif dalam
merangsang timbulnya hiks.
2. Beberapa hambatan yang dihadapi
dalam melakukan tindakan ini yaitu:
·
Serviks
yang belum dapat dilalui oleh jari
·
Bila
didapatkan persangkaan plasenta letak rendah tidak boleh dilakukan
·
Bila
kepala belum cukup turun dalam rongga panggul
Ø Pemakaian Rangsangan Listrik
Dengan dua elektroda, yang satu
diletakkan dalam serviks, sedang yan lain ditempelkan pada kulit dinding perut,
kemudian dialirkan listrik yang akan memberikan rangsangan pada serviks untuk
menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam-macam, bahkan ada yang
ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa-bawa dan ibu tidak perlu tinggal di
RS. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui oleh pasien.
Ø Rangsanga Pada Putting Susu
·
Sebagai
mana diketahuirangsanga putting susu dapat mempengaruhi hipofisis posterior
untuk mengeluarkan oksitosin sehingga terjadi kontraksi rahim. Dengan
pengertian ini maka telah dicoba dilakukan induksi persalinan pada kehamilan
dengan merangsang putting susu.
·
Pada
salah satu puting susu, atau daerah areolamammae dilakukan masase ringan dengan
jari si ibu. Untuk menghindari lecet pada daerah tersebut, maka sebaiknya pada
daerah putting dan areolamammae diberi minyak pelicin.
c.
Digital Curretage.
Kuretase adalah cara membersihkan hasil
konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase,
penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus,
keadaan serviks dan besarnya uterus. Gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya
kecelakaan misalnya perforasi.
Persiapan
Sebelum Kuretase:
1. Persiapan
Penderita.
Lakukanlah
pemeriksaan umum : Tekanan Darah, Nadi, Keadaan Jantung, dan Paru – paru dan
sebagainya. Pasanglah infuse cairan sebagai profilaksis
2.
Persiapan Alat – alat Kuretase.
Alat
– alat kuretase hendaknya telah tersedia alam bak alat dalam keadaan aseptic
(suci hama) berisi :
-
Speculum dua buah.
-
Sonde (penduga) uterus.
-
Cunam muzeus atau Cunam porsio.
-
Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar.
-
Bermacam – macam ukuran sendok kerokan (kuret).
-
Cunam abortus kecil dan besar.
-
Pinset dan klem.
-
Kain steril, dan sarung tangan dua pasang.
3.
Penderita ditidurkan dalam posisi lithotomic.
4.
Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi
local atau umum secara IV dengan ketalar.
a.
Teknik Kuretase.
1.
Tentukan Letak Rahim.
Yaitu
dengan melakukan pemeriksaan dalam. Alat – alat yang dipakai umumnya terbuat
dari metal dan biasanya melengkung karena itu memasukkan alat – alat ini harus
disesuaikan dengan letak rahim. Gunanya supaya jangan terjadi salah arah (fase
route) dan perforasi.
2.
Penduga Rahim (Sondage).
Masukkan
penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan panjang atau dalamnya
penduga rahim. Caranya adalah, setelah ujung penduga rahim membentur fundus
uteri, telunjuk tangan kanan diletakkan atau dipindahkan pada portio dan
tariklah sonde keluar, lalu baca berapa cm dalamnya rahim.
3.
Dilatasi.
Bila
permukaan serviks belum cukup untuk memasukkan sendok kuret, lakukanlah
terlebih dulu dilatasi dengan dilatator atau Bougie Hegar. Peganglah busi seperti
memegang pensil dan masukkanlah hati – hati sesuai letak rahim. Untuk sendok
kuret terkecil biasanya diperlukan dilatasi sampai Hegar nomor 7. Untuk
mencegah kemungkinan perforasi usahakanlah memakai sendok kuret yang agak
besar, dengan dilatasi yang lebih besar.
4.
Kuretase.
Seperti
telah dikatakan, pakailah sendok kuret yang agak besar. Memasukkannya bukan
dengan kekuatan dan melakukan kerokan biasanya mulailah di bagian tengah.
Pakailah sendok kuret yang tajam (ada tanda bergerigi) karena lebih efektif dan
lebih terasa sewaktu melakukan kerokan pada dinding rahim dalam (seperti bunyi
mengukur kelapa). Dengan demikian kita tahu bersih atau tidaknya hasil kerokan.
5.
Cunam Abortus.
Pada
abortus inisipiens, dimana sudah kelihatan jaringan, pakailah cunam abortus
untuk mengeluarkannya yang biasanya diikuti oleh jaringan lainnya. Dengan
demikian sendok kuret hanya dipakai untuk membersihkan sisa – sisa yang
ketinggalan saja.
6.
Perhatian .
Memegang,
mamasukkan dan menarik alat – alat haruslah hati – hati. Lakukanlah dengan
lembut (with lady’s hand) sesuai dengan arah dan letak rahim.
d.
Persalinan Sungsang.
Ø Persalinan pada presentasi sungsang :
1. Persalinan
pervaginam:
·
Persalinan sungsang spontan pervaginam (cara Bracht)
·
Ekstraksi bokong parsialis
·
Ekstraksi bokong / kaki totalis.
2.
Persalinan
perabdominal: Sectio Caesar.
Ø Mekanisme Persalinan
Sungsang Spontan Per Vaginam
Terdapat perbedaan dasar antara persalinan pada presentasi
sungsang dengan persalinan pada presentasi belakang kepala. Pada presentasi
belakang kepala, bila kepala sudah lahir maka sisa tubuh janin akan mengalami
proses persalinan selanjutnya dan umumnya tanpa kesulitan. Pada presentasi
sungsang, lahirnya bokong dan bagian tubuh janin tidak selalu dapat diikuti
dengan persalinan kepala secara spontan. Dengan demikian maka pertolongan
persalinan sungsang pervaginam memerlukan keterampilan khusus dari penolong
persalinan. Engagemen dan desensus bokong terjadi melalui masuknya diameter
bitrochanteric bokong melalui diameter oblique panggul. Panggul anterior anak
umumnya mengalami desensus lebih cepat dibandingkan panggul posterior.
Pada saat bertemu
dengan tahanan jalan lahir terjadi putar paksi dalam sejauh 450 dan diikuti dengan pemutaran panggul
anterior kearah arcus pubis sehingga diameter bi-trochanteric menempati
diameter antero-posterior pintu bawah panggul. Setelah putar paksi dalam,
desensus bokong terus berlanjut sampai perineum teregang lebih lanjut oleh
bokong dan panggul anterior terlihat pada vulva.
Melalui gerakan
laterofleksi tubuh janin, panggul posterior lahir melalui perineum. Tubuh anak
menjadi lurus ( laterofleksi berakhir ) sehingga panggul anterior lahir dibawah
arcus pubis. Tungkai dan kaki dapat lahir secara spontan atau atas bantuan
penolong persalinan. Setelah bokong lahir, terjadi putar paksi luar bokong
sehingga punggung berputar keanterior dan keadaan ini menunjukkan bahwa saat
itu diameter bisacromial bahu sedang melewati diameter oblique pintu atas
panggul.
Bahu selanjutnya
mengalami desensus dan mengalami putar paksi dalam sehingga diameter
bis-acromial berada pada diameter antero-posterior jalan lahir. Segera setelah
bahu, kepala anak yang umumnya dalam keadaan fleksi maksimum masuk panggul
melalui diameter oblique dan kemudian dengan cara yang sama mengalami putar
paksi dalam sehingga bagian tengkuk janin berada dibawah simfisis pubis.
Selanjutnya kepala anak lahir melalui gerakan fleksi.
Engagemen bokong
dapat terjadi pada diameter tranversal panggul dengan sacrum di anterior atau
posterior. Mekanisme persalinan pada posisi tranversal ini sama dengan yang
sudah diuraikan diatas, perbedaan terletak pada jauhnya putar paksi dalam (
dalam keadaan ini putar paksi dalam berlangsung sejauh 900 ). Kadang-kadang putar paksi
dalam terjadi sedemikian rupa sehingga punggung anak berada dibagian posterior
dan pemutaran semacam ini sedapat mungkin dicegah oleh karena persalinan kepala
dengan dagu didepan akan jauh lebih sulit bila dibandingkan dengan dagu di
belakang selain itu dengan arah pemutaran seperti itu kemungkinan terjadinya
hiperekstensi kepala anak juga sangat besar dan ini akan memberi kemungkinan
terjadinya “after coming head” yang amat besar.
Ø Penatalaksanaan Persalinan.
Selama proses persalinan, resiko ibu dan anak jauh lebih besar
dibandingkan persalinan pervaginam pada presentasi belakang kepala.
1.
Pada saat masuk kamar bersalin perlu dilakukan penilaian secara
cepat dan cermat mengenai : keadaan selaput ketuban, fase persalinan, kondisi
janin serta keadaan umum ibu.
2.
Dilakukan pengamatan cermat pada DJJ dan kualitas his dan
kemajuan persalinan.
3.
Persiapan tenaga penolong persalinan – asisten penolong
persalinan dokter anak dan ahli anaesthe
Persalinan spontan pervaginam (spontan Bracht)
terdiri dari 3 tahapan :
1. Fase lambat pertama:
·
Mulai dari lahirnya bokong sampai umbilikus (scapula).
·
Disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak perlu
ditangani secara tergesa-gesa mengingat tidak ada bahaya pada ibu dan anak yang
mungkin terjadi.
2.
Fase cepat:
·
Mulai lahirnya umbilikus sampai mulut.
·
Pada fase ini, kepala janin masuk panggul sehingga terjadi
oklusi pembuluh darah talipusat antara kepala dengan tulang panggul sehingga
sirkulasi uteroplasenta terganggu.
·
Disebut fase cepat oleh karena tahapan ini harus terselesaikan
dalam 1 – 2 kali kontraksi uterus (sekitar 8 menit).
3. Fase lambat kedua:
·
Mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala.
·
Fase ini disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak boleh
dilakukan secara tergesa-gesa untuk menghidari dekompresi kepala yang terlampau
cepat yang dapat menyebabkan perdarahan intrakranial.
Ø Tehnik pertolongan sungsang spontan
pervaginam (spontan BRACHT )
1. Pertolongan dimulai
setelah bokong nampak di vulva dengan penampang sekitar 5 cm.
2. Suntikkan 5 unit
oksitosin i.m dengan tujuan bahwa dengan 1–2 his berikutnya fase cepat dalam
persalinan sungsang spontan pervaginam akan terselesaikan.
3. Dengan menggunakan
tangan yang dilapisi oleh kain setengah basah, bokong janin dipegang sedemikian
rupa sehingga kedua ibu jari penolong berada pada bagian belakang pangkal paha
dan empat jari-jari lain berada pada bokong janin (gambar 1)
4. Pada saat ibu meneran,
dilakukan gerakan mengarahkan punggung anak ke perut ibu ( gerak hiperlordosis
)sampai kedua kaki anak lahir .
5. Setelah kaki lahir,
pegangan dirubah sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari sekarang berada pada
lipatan paha bagian belakang dan ke empat jari-jari berada pada pinggang janin(gambar
2)
6. Dengan pegangan
tersebut, dilakukan gerakan hiperlordosis dilanjutkan ( gerak mendekatkan
bokong anak pada perut ibu ) sedikit kearah kiri atau kearah kanan sesuai
dengan posisi punggung anak.
7. Gerakan hiperlordosis
tersebut terus dilakukan sampai akhirnya lahir mulut-hidung-dahi dan seluruh
kepala anak.
8. Pada saat melahirkan
kepala, asisten melakukan tekanan suprasimfisis searah jalan lahir dengan
tujuan untuk mempertahankan posisi fleksi kepala janin
9. Setelah anak lahir,
perawatan dan pertolongan selanjutnya dilakukan seperti pada persalinan spontan
pervaginam pada presentasi belakang kepala.
Gambar 1:
Pegangan panggul anak pada persalinan spontan Bracht
Gambar 2:
Pegangan bokong anak pada persalinan spontan Bracht
Ø Prognosis.
·
Prognosis lebih buruk dibandingkan persalinan pada presentasi
belakang kepala.
·
Prognosa lebih buruk oleh karena:
- Perkiraan besar anak
sulit ditentukan sehingga sulit diantisipasi terjadinya peristiwa “after coming
head”.
- Kemungkinan ruptura
perinei totalis lebih sering terjadi.
Ø Sebab kematian anak:
1. Talipusat terjepit
saat fase cepat.
2. Perdarahan
intrakranial akibat dekompresi mendadak waktu melahirkan kepala anak pada fase
lambat kedua.
3. Trauma collumna
vertebralis.
4. Prolapsus talipusat.
Ø Ekstraksi Parsial Pada Persalinan
Sungsang Pervaginam.
1. manual aid.
Terdiri
dari 3 tahapan :
·
Bokong sampai umbilikus lahir secara spontan (pada frank
breech).
·
Persalinan bahu dan lengan dibantu oleh penolong.
·
Persalinan kepala dibantu oleh penolong.
Ø persalinan bahu dan lengan
Gambar 3
Pegangan “Femuro Pelvic” pada pertolongan persalinan sungsang pervaginam
1. Pegangan pada panggul
anak sedemikian rupa sehingga ibu jari penolong berdampingan pada os sacrum
dengan kedua jari telunjuk pada krista iliaka anterior superior ; ibu jari pada
sakrum sedangkan jari-jari lain berada didepan pangkal paha (gambar 3) .
2. Dilakukan traksi curam
kebawah sampai menemui rintangan (hambatan) jalan lahir.
3. Selanjutnya bahu dapat
dilahirkan dengan menggunakan salah satu dari cara-cara berikut:
- Lovset.
- Klasik.
- Müller.
a) Persalinan bahu dengan cara LOVSET.
Prinsip
:
Memutar badan janin
setengah lingkaran (1800) searah dan berlawanan arah jarum jam
sambil melakukan traksi curam kebawah sehingga bahu yang semula dibelakang akan
lahir didepan (dibawah simfsis).
Hal
tersebut dapat terjadi oleh karena :
·
Adanya inklinasi panggul (sudut antara pintu atas panggul dengan
sumbu panggul)
·
Adanya lengkungan jalan lahir dimana dinding sebelah depan lebih
panjang dibanding lengkungan dinding sacrum disebelah belakang
Sehingga
setiap saat bahu posterior akan berada pada posisi lebih rendah dibandingkan
posisi bahu anterior
Tehnik
:
Gambar 4 Tubuh janin dipegang dengan pegangan
femuropelvik.Dilakukan pemutaran 1800 sambil melakukan traksi curam kebawah
sehingga bahu belakang menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan dapat
dilahirkan
Gambar 5 Sambil dilakukan traksi curam bawah, tubuh janin
diputar 1800 kearah
yang berlawanan sehingga bahu depan menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan
dapat dilahirkan
Gambar 6 Tubuh janin diputar kembali 1800 kearah yang berlawanan sehingga
bahu belakang kembali menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan dapat
dilahirkan
Keuntungan
persalinan bahu dengan cara Lovset :
1. Tehnik sederhana.
2. Hampir selalu dapat
dikerjakan tanpa melihat posisi lengan janin.
3. Kemungkinan infeksi
intrauterin minimal.
b) Persalinan bahu dengan cara KLASIK
·
Disebut
pula sebagai tehnik DEVENTER.
·
Melahirkan
lengan belakang dahulu dan kemudian melahirkan lengan depan dibawah simfisis.
·
Dipilih
bila bahu tersangkut di pintu atas panggul.
Prinsip
:
Melahirkan lengan belakang lebih dulu (oleh karena ruangan
panggul sebelah belakang/sacrum relatif lebih luas didepan ruang panggul
sebelah depan) dan kemudian melahirkan lengan depan dibawah arcus pubis
Tekhnik:
Gambar
7 Melahirkan lengan belakang pada tehnik melahirkan bahu cara KLASIK
Gambar
8 Melahirkan lengan depan pada tehnik melahirkan bahu cara KLASIK
1. Kedua pergelangan kaki dipegang
dengan ujung jari tangan kanan penolong berada diantara kedua pergelangan kaki
anak , kemudian di elevasi sejauh mungkin dengan gerakan mendekatkan perut anak
pada perut ibu.
2. Tangan kiri penolong dimasukkan
kedalam jalan lahir, jari tengan dan telunjuk tangan kiri menyelusuri bahu
sampai menemukan fosa cubiti dan kemudian dengan gerakan “mengusap
mukajanin ”, lengan posterior bawah bagian anak dilahirkan.
3. Untuk melahirkan lengan depan,
pegangan pada pergelangan kaki janin diubah.
Dengan tangan kanan
penolong, pergelangan kaki janin dipegang dan sambil dilakukan traksi curam
bawah melakukan gerakan seolah “mendekatkan punggung janin pada punggung ibu”
dan kemudian lengan depan dilahirkan dengan cara yang sama.
Bila dengan cara tersebut pada no 3 diatas lengan depan sulit
untuk dilahirkan, maka lengan tersebut diubah menjadi lengan belakang dengan
cara:
- Gelang bahu dan lengan yang sudah
lahir dicekap dengan kedua tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu
jari penolong terletak dipunggung anak dan sejajar dengan sumbu badan janin ;
sedangkan jari-jari lain didepan dada.
- Dilakukan pemutaran tubuh anak
kearah perut dan dada anak sehingga lengan depan menjadi terletak dibelakang
dan dilahirkan dengan cara yang sudah dijelaskan pada no 2
Keuntungan
: Umumnya selalu dapat dikerjakan pada persalinan bahu
Kerugian : Masuknya
tangan kedalam jalan lahir meningkatkan resiko infeksi
c)
Persalinan bahu dengan cara MüELLER
·
Melahirkan
bahu dan lengan depan lebih dahulu dibawah simfisis melalui ekstraksi ; disusul
melahirkan lengan belakang di belakang ( depan sacrum )
·
Dipilih
bila bahu tersangkut di Pintu Bawah Panggul
Gambar 9 (kiri)
Melahirkan bahu depan dengan ekstraksi pada bokong dan bila perlu dibantu
dengan telunjuk jari tangan kanan untuk mengeluarkan lengan depan
Gambar 10 (kanan)
Melahirkan lengan belakang (inset : mengait lengan atas dengan telunjuk jari
tangan kiri penolong)
Tehnik
pertolongan persalinan bahu cara MüELLER:
1.
Bokong
dipegang dengan pegangan “femuropelvik”.
2.
Dengan
cara pegangan tersebut, dilakukan traksi curam bawah pada tubuh janin sampai
bahu depan lahir (gambar 9 ) dibawah arcus pubis dan selanjutnya
lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan depan bagian bawah.
3.
Setelah
bahu dan lengan depan lahir, pergelangan kaki dicekap dengan tangan kanan dan
dilakukan elevasi serta traksi keatas (gambar 10),, traksi dan
elevasi sesuai arah tanda panah) sampai bahu belakang lahir dengan sendirinya.
Bila tidak dapat lahir dengan sendirinya, dilakukan kaitan untuk melahirkan
lengan belakang anak (inset pada gambar 10)
Keuntungan penggunaan tehnik ini
adalah oleh karena tangan penolong tidak masuk terlalu jauh kedalam jalan lahir
maka resiko infeksi berkurang.
Melahirkan LENGAN MENUNJUK.
Nuchal
Arm
Yang dimaksud dengan
keadaan ini adalah bila pada persalinan sungsang, salah satu lengan anak berada
dibelakang leher dan menunjuk kesatu arah tertentu. Pada situasi seperti ini, persalinan
bahu tidak dapat terjadi sebelum lengan yang bersangkutan dirubah menjadi
didepan dada.
Gambar 11 Lengan
menunjuk ( “ nuchal arm”)
1. Tubuh janin dicekap sedemikian rupa
sehingga kedua ibu jari penolong berada dipunggung anak sejajar dengan sumbu tubuh
anak dan jari-jari lain didepan dada.
2. Badan anak diputar 1800 searah
dengan menunjuknya lengan yang dibelakang leher sehingga lengan tersebut akan
menjadi berada didepan dada (menjadi lengan depan).
3. Selanjutnya lengan depan dilahirkan
dengan tehnik persalinan bahu cara KLASIK.
Gambar 12 Lengan kiri menunjuk kekanan
Gambar 13 Tubuh anak diputar searah dengan menunjuknya lengan
(kekanan)
Gambar 14 Menurunkan lengan anak
Bila lengan yang menunjuk
adalah lengan anterior : (dekat dengan sinfisis) maka :
Penanganan dilakukan
dengan cara yang sama, perbedaan terletak pada cara memegang tubuh anak dimana
pada keadaan ini kedua ibu jari penolong berada didepan dada sementara
jari-jari lain dipunggung janin.
Melahirkan
LENGAN MENJUNGKIT
Yang dimaksud dengan
lengan menjungkit adalah suatu keadaan dimana pada persalinan sungsang
pervaginam lengan anak lurus disamping kepala. Keadaan ini menyulitkan
terjadinya persalinan spontan pervaginam. Cara terbaik untuk mengatasi keadaan
ini adalah melahirkan lengan anak dengan cara LOVSET.
Gambar
15. Melahirkan lengan menjungkit
Bila
terjadi kemacetan bahu dan lengan saat melakukan pertolongan persalinan
sungsang secara spontan (Bracht), lakukan pemeriksaan lanjut untuk memastikan
bahwa kemacetan tersebut tidak disebabkan oleh lengan yang menjungkit.
PERSALINAN KEPALA
~ After Coming
Head
Pertolongan untuk melahirkan kepala
pada presentasi sungsang dapat dilakukan dengan berbagai cara :
2.
Cara PRAGUE TERBALIK
1. Cara MOURICEAU ( Viet – Smellie)
Gambar
16 Tehnik Mouriceau
Dengan tangan penolong yang sesuai
dengan arah menghadapnya muka janin, jari tengah dimasukkan kedalam mulut janin
dan jari telunjuk serta jari manis diletakkan pada fosa canina.
1.
Tubuh
anak diletakkan diatas lengan anak, seolah anak “menunggang kuda”.
2.
Belakang
leher anak dicekap diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang lain.
3.
Assisten
membantu dengan melakukan tekanan pada daerah suprasimfisis untuk
mempertahankan posisi fleksi kepala janin.
4.
Traksi
curam bawah terutama dilakukan oleh tangan yang dileher.
2. Cara PRAGUE TERBALIK
Dilakukan bila occiput
dibelakang (dekat dengan sacrum) dan muka janin menghadap simfisis. Satu tangan
mencekap leher dari sebelah belakang dan punggung anak diletakkan diatas
telapak tangan tersebut. Tangan penolong lain memegang pergelangan kaki dan
kemudian di elevasi keatas sambil melakukan traksi pada bahu janin sedemikian
rupa sehingga perut anak mendekati perut ibu. Dengan larynx sebagai
hypomochlion kepala anak dilahirkan.
Gambar
17 Persalinan kepala dengan tehnik Prague terbalik
EKSTRAKSI
TOTAL PADA PERSALINAN SUNGSANG PERVAGINAM
Persalinan sungsang pervaginam
dimana keseluruhan proses persalinan anak dikerjakan sepenuhnya oleh penolong
persalinan.
Jenis ekstraksi total :
1. Ekstraksi bokong
2. Ekstraksi kaki
EKSTRAKSI BOKONG
Tindakan ini dikerjakan pada letak
bokong murni dengan bokong yang sudah berada didasar panggul.
Tehnik :
1.
Jari
telunjuk penolong yang sesuai dengan bagian kecil anak dimasukkan jalan lahir
dan diletakkan pada lipat paha depan anak. Dengan jari tersebut, lipat paha
dikait. Untuk memperkuat kaitan tersebut, tangan lain penolong mencekap
pergelangan tangan yang melakukan kaitan dan ikut melakukan traksi
kebawah (gambar 18 dan 19)
2.
Bila
dengan traksi tersebut trochanter depan sudah terlihat dibawah
arcus pubis, jari telunjuk tangan lain segera mengait lipat paha belakang dan
secara serentak melakukan traksi lebih lanjut untuk melahirkan bokong (gambar
20)
3.
Setelah
bokong lahir, bokong dipegang dengan pegangan “femuropelvik” dan janin
dilahirkan dengan cara yang sudah dijelaskan pada ekstraksi bokong parsialis.
Gambar 18 Kaitan pada
lipat paha depan untuk melahirkan trochanter depan
Gambar 19 Untuk
memperkuat traksi bokong, dilakukan traksi dengan menggunakan kedua tangan
seperti terlihat pada gambar.
Gambar 20 Traksi dengan
kedua jari untuk melahirkan bokong
EKSTRAKSI KAKI
1.
Setelah
persiapan selesai, tangan penolong yang sesuai dengan bagian kecil anak
dimasukkan secara obstetris kedalam jalan lahir, sedangkan tangan lain membuka
labia.
2.
Tangan
yang didalam mencari kaki dengan menyelusuri bokong – pangkal paha sampai
belakang lutut (fosa poplitea) dan kemudian melakukan fleksi dan abduksi paha
janin sehingga sendi lutut menjadi fleksi.(gambar 21)
3.
Tangan
yang diluar (dekat dibagian fundus uteri) mendekatkan kaki janin untuk
mempermudah tindakan mencari kaki janin tersebut diatas (gambar 22)
4.
Setelah
lutut fleksi, pergelangan kaki anak dipegang diantara jari ke II dan III dan
dituntun keluar dari vagina (gambar 23)
Gambar 21 Tangan dalam
mencari kaki dengan menyelusuri bokong sampai fosa poplitea
Gambar 22 Bantuan
tangan luar dibagian fundus uteri dalam usaha mencari kaki janin
Gambar
23 c, d , e
Rangkaian
langkah mencari dan menurunkan kaki pada persalinan sungsang (maneuver Pinard)
1.
Kedua
tangan penolong memegang betis anak dengan meletakkan kedua ibu jari dibelakang
betis sejajar dengan sumbu panjangnya dan jari-jari lain didepan tulang kering.
Dengan pegangan ini dilakukan traksi curam bawah pada kaki sampai pangkal
paha lahir.
2.
Pegangan
kini dipindahkan keatas setinggi mungkin dengan kedua ibu jari dibelakang paha
pada sejajar sumbu panjangnya dan jari lain didepan paha. Dengan pegangan ini
pangkal paha ditarik curam bawah sampai trochanter depan lahir
( gambar 24)
3. Kemudian dilakukan traksi curam atas pada pangkal paha untuk
melahirkan trochanter belakang sehingga akhirnya seluruh bokong lahir. (Gambar
25)
4. Setelah bokong lahir, dilakukan pegangan femuropelvik dan
dilakukan traksi curam dan selanjutnya untuk menyelesaikan persalinan bahu dan
lengan serta kepala seperti yang sudah dijelaskan.
Gambar 26. Terlihat bagaimana cara melakukan
pegangan pada pergelangan kaki anak. Sebaiknya digunakan kain setengah basah
untuk mengatasi licinnya tubuh anak ; Traksi
curam bawah untuk melahirkan lengan sampai skapula depan terlihat .
Gambar 27. Pegangan selanjutnya adalah dengan
memegang bokong dan panggul janin (jangan diatas panggul anak). Jangan lakukan
gerakan rotasi sebelum skapula terlihat.
Gambar 28. Skapula sudah terlihat, rotasi tubuh
sudah boleh dikerjakan
Gambar 29. Dilakukan traksi curam atas untuk
melahirkan bahu belakang yang diikuti dengan gerakan untuk membebaskan lengan
belakang lebih lanjut.
Gambar 30. Persalinan bahu depan melalui traksi
curam bahwa setelah bahu belakang dilahirkan ; Lengan depan dilahirkan dengan cara
yang sama dengan melahirkan lengan belakang.
Komplikasi Persalinan Sungsang Pervaginam
Komplikasi ibu
1.
Perdarahan
2.
Trauma
jalan lahir
3.
Infeksi
Komplikasi anak
·
Sufokasi
/ aspirasi :
Bila
sebagian besar tubuh janin sudah lahir, terjadi pengecilan rongga uterus yang
menyebabkan gangguan sirkulasi dan menimbulkan anoksia. Keadaan ini merangsang
janin untuk bernafas dalam jalan lahir sehingga menyebabkan terjadinya
aspirasi.
·
Asfiksia
:
Selain
hal diatas, anoksia juga disebabkan oleh terjepitnya talipusat pada fase cepat
·
Trauma
intrakranial:
Terjadi
sebagai akibat :
- Panggul sempit
- Dilatasi servik belum maksimal
(after coming head)
- Persalinan kepala terlalu cepat
(fase lambat kedua terlalu cepat)
·
Fraktura
/ dislokasi:
Terjadi
akibat persalinan sungsang secara operatif
- Fraktura tulang kepala
- Fraktura humerus
- Fraktura klavikula
- Fraktura femur
- Dislokasi bahu
·
Paralisa
nervus brachialis
yang
menyebabkan paralisa lengan terjadi akibat tekanan pada pleksus brachialis oleh
jari-jari penolong saat melakukan traksi dan juga akibat regangan pada leher
saat membebaskan lengan.
e.
Manual
Plasenta.
Manual
plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada
dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan
melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang
dimasukkan langsung kedalam kavum uteri. Pada umumnya ditunggu sampai 30 menit
dalam lahirnya plasenta secara spontan atau dgn tekanan ringan pada fundus
uteri yang berkontraksi. Bila setelah 30 mnenit plasenta belum lepas sehingga
belum dapat dilahirkan atau jika dalam waktu menunggu terjadi perdarahan yang
banyak, pasenta sebaiknya dikeluarkan dengan segera.
Manual plasenta merupakan tindakan operasi
kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta. Teknik operasi plasenta
manual tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana persiapkan agar
tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
1. Etiologi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual
adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc
yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta
setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti
forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi
jalan lahir dan tali pusat putus.
Retensio plasenta adalah tertahannya atau
belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.
Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh gangguan
kontraksi uterus.
Manual plasenta dilakukan
karena indikasi retensio plasenta yang berkaitan dengan :
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:
a. Plasenta
adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
b.
Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot
korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium
c.
Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot
korion placenta hingga mencapai/memasuki miometrium
d.
Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot
korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa
dinding uterus.
e.
Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya
plasenta didalam kavum uteri yang disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
1.
plasenta
sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan yang
merupakan indikasi untuk mengeluarkannya
2.
mengganggu
kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
3.
Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat
diperkirakan.
·
Darah
penderita terlalu banyak hilang,
·
Keseimbangan
baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi,
·
Kemungkinan
implantasi plasenta terlalu dalam.
2. Patofisiologi
Manual plasenta dapat segera
dilakukan apabila :
·
Terdapat
riwayat perdarahan postpartum berulang.
·
Terjadi
perdarahan postpartum melebihi 400 cc
·
Pada
pertolongan persalinan dengan narkosa.
·
Plasenta
belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Manual plasenta dalam keadaan
darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan teriadi retensio plasenta
(setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat kesempatan penderita
retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat
pertolongan yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita
dilakukan persiapan dengan memasang infuse dan memberikan cairan dan dalam
persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.
1. Tanda dan Gejala Manual Plasenta
a. Anamnesis, meliputi pertanyaan
tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan
postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas
secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam,
plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau
lengkap menempel di dalam uterus.
c. Perdarahan yang lama > 400 cc
setelah bayi lahir.
d. Placenta tidak segera lahir > 30
menit.
Ø Teknik
Manual Plasenta.
Untuk mengeluarkan plasenta yang belum
lepas jika masih ada waktu dapat mencoba teknik menurut Crede yaitu uterus
dimasase perlahan sehingga berkontraksi baik, dan dengan meletakkan 4 jari
dibelakang uterus dan ibu jari didepannya, uterus dipencet di antara jari-jari
tersebut dengan maksud untuk melepaskan plasenta dari dinding uterus dan
menekannya keluar. Tindakan ini tidaklah selalu berhasil dan tidak boleh
dilakukan secara kasar.
Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi
litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl
atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan
memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk
mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah
satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan
kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.
Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu
melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition
ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari
tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di
atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong
fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta,
telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala
tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di
dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu.
Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan
seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus
uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan
uterus (perforasi) dapat dihindarkan.
Gambar 3.
Mengeluarkan plasenta
Setelah plasenta berhasil
dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding
uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi
sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan
kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu
ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan
spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan
apabila ditemukan segera di jahit.
Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia
uteri maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk
menghetikan perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.
Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada
umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus
dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan
dengan kuretase pada abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa
plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau
per oral. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
1. Komplikasi
Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi /
komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple
organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi
organ dan sepsis, ialah apabila ditemukan plasenta akreta. Dalam hal ini villi
korialis menembus desidua dan memasuki miometrium dan tergantung dari dalamnya
tembusan itu dibedakan antara plasenta inakreta dan plasenta perkreta. Plasenta
dalam hal ini tidak mudah untuk dilepaskan melainkan sepotong demi sepotong dan
disertai dengan perdarahan. Jika disadari adanya plasenta akreta sebaiknya
usaha untuk mengeluarkan plasenta dengan tangan dihentikan dan segera dilakukan
histerektomi dan mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.
o
Prosedur
klinik manual plasenta
o
Persetujuan
Tindakan Medik
Informed consent merupakan perstujuan dari pasien dan keluarga terhadap
tindakan medic yang akan dilakukan terhadap dirinya oleh dokter/bidan.
Persetujuan diberikan setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan
objektif tentang diagnosis penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan
tindakan yang akan dilakukan..
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Anestesi adalah suatu
tindakan untuk menghilangkan kesadaran di sertai hilanganya rasa sakit yang
sifatnya sementara. Anestesi pada setiap keadaan membawa problem-probleme
tersendiri sesuai dengan kondisi penderita, sebab obat-obat anastesi bersifat
mendepresi organ-organ vital.
Persiapan
prabedah dapat di bagi menjadi 3 langkah adalah sbb: Persiapan penderita, persiapan
kamar dan alat-alat untuk operasi, persiapan tim operasi.
Sedangkan,
tindakan operatif kebidanan terdiri dari : Ekstraksi vakum, Induksi Persalinan,
Digital Curretase, Pertolongan/persalinan Sungsang, dan Manual Plasenta. Dimana
setiap tindakan operatif di sesuaikan dengan masing-masing indikasi.
B.
Saran.
Petugas kesehatan harus
mengetahui sedini mungkin penanganan-penangana yang di lakukan pada setiap
tindakan baik pada tindakan Ekstrasi vakum, Induksi persalinan, digital
curretase, persalinan sungsang maupun manual plasenta. Agar dapat
mengantisipasi terjadinya kematian maternal dan Perinatal.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo Sarwono. 2010. Ilmu Bedah Kebidanan.Jakarta:PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Mochtar Rustam, MPH. 1998. Sinopsis Obstetri Jakarta: EGC